Belum maksimalnya sekolah inklusi menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) membuat orang tua perlu selektif memilih sekolah. Bentuk ketidaksiapan sekolah inklusi meliputi jumlah siswa di setiap kelas tidak ideal, kualitas guru yang kurang memadai, dan kesiapan siswa lain menerima siswa ABK.
Mencari sekolah yang tepat bisa jadi menyulitkan orang tua, walaupun sebenarnya sudah banyak ditemui pusatpendidikan anak autistik, di kota maupun daerah.
Pasalnya autisme memiliki spektrum yang luas, gangguan ini memiliki tingkat keparahan yang bisa berbeda-beda untuk setiap anak. Keputusan orang tua menjadi penting untuk menentukan, apakah anak sesuai bila masuk sekolah inklusi atau tidak.
Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah melihat kemampuan anak ABK itu sendiri, jadi keputusan anak masuk sekolah inklusi harus mengikuti kondisi mereka.
“Jika kemampuan verbal, perilaku dan kognitifnya buruk, maka sebaiknya jangan dimasukkan sekolah inklusi sebab ia membutuhkan penanganan yang lebih intensif dan orang-orang yang paham menanganinya,” kata dr Adriana S. Giananjar, M.S., psikolog sekaligus pendiri sekolah khusus anak autis ‘Mandiga’, Sabtu (14/4).
Ia menghimbau pada semua orang tua untuk mau mengobservasi sekolah inklusi yang akan dimasuki, termasuk model pendidikannya. Sekolah yang bagus biasanya
akan melakukan penilaian dan try out pada anak ABK, baru nanti pihak sekolah bisa memutuskan apakah anak bisa masuk atau tidak.
“Biasanya anak autistik mendapat terapi waktu masih balita. Ketika menjelang TK hendak ke SD, biasanya ada laporan dari pihak TK bahwa anak tersebut memiliki kemampuan dan ketidakmampuan dalam hal tertentu,” jelas dr Adriana.
Dosen psikologi di Universitas Indonesia ini juga memberikan saran bagaimana mencari sekolah yang tepat bagi anak autistik:
1. Saat ingin mencari sekolah yang tepat, lebih baik mencari informasi atau rekomendasi dari orang tua lain, yang juga memiliki anak autistik.
2. Selalu mengajak anak ketika mendaftar masuk sekolah. Ini perlu dilakukan agar pihak sekolah mengetahui kondisi anak, kemampuan anak dan tidak terjadi masalah dikemudian hari.
3. Perlu untuk mengobservasi kurikulum dan kebijakan apa yang diberlakukan untuk siswa ABK, dan juga kesiapan siswa lain menghadapi siswa ABK. Bullying (intimidasi) biasanya dialami oleh anak autistik karna tidak siapnya siswa lain menerima siswa ABK.
4. Sekolah inklusi biasanya menyediakan guru bantu untuk mendampingi siswa ABK di dalam kelas. Biasanya dibutuhkan pada saat siswa ABK berada di kelas 1-2 sekolah dasar. Seiring perkembangan, biasanya guru bantu perlahan tidak dibutuhkan oleh mereka.
5. Guru bantu memiliki tugas khusus untuk memfasilitasi kesulitan yang mungkin dialami oleh siswa ABK saat proses belajar mengajar berlangsung. Misalnya, guru membantu anak menemukan halaman mana yang harus dibuka.
Sumber: psikologizone
0 Comments:
Post a Comment