Dalam suatu model pedagogi, guru memikul tanggungjawab untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, dan bagaimana ia akan dipelajari, dan kapan ia akan dipelajari. Guru mengarahkan pembelajaran.
Guru-guru yang hebat dijaman kuno, mulai dari Confusius hingga Plato tidak mengajar cara teknik yang bersifat autoritarian tersebut. Perbedaan yang ada antara apa yang kita ketahui dari gaya-gaya guru yang hebat-hebat, namun, mereka masih memandang pembelajaran sebagai sebuah proses dari pencapaian yang aktif; dan bukan suatu penerimaan secara pasif. Dengan mempertimbangkan hal ini, suatu hal yang mengejutkan bahwa pemebalajaran yang berfokuskan pada guru menjadi sesuatu yang mendominasi pendidikan.
Sebuah penejelasan bagi pendekatan yang berfokuskan guru kembali kita ke jaman Calvinist yang percaya pada kebijaksanaan adalah sesuatu yang jahat. Mereka mendampingi/mendukung para dewasa untuk mengarahkan, mengontrol, dan akhirnya pembelajaran anak-anak agar mereka tetap bodoh/lugu.
Teori lainnya mempertahankan bahwa : sekolah-sekolah pada abad ke-7, di organisir untuk mempersiapkan anak muda untuk menjadi kependetaan. Ditemukan bahwa indoktrinasi merupakan cara yang paling ampuh untuk menanamkan suatu keyakinan/kepercayaan. Beberapa abad kemudian, sekolah yang diorganisisr tersebut menerapkan suatu pendekatan yang sama meskipun hasilnya menjadi sesuatu yang tidak membuat orang bodoh/lugu dan juga tidak membuat orang menyendiri/tertutup.
Jhon Dewey percaya bahwa sekolah formal telah jatuh dan kehilangan potensinya. Dewey menekankan pembelajaran melalui kegiatan yang bervariasi dari pada suatu pembelajaran di mana kurikulum diatur guru secara tradisonal. Ia percaya bahwa, anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman yang terpadu dari pada instruksi yang bersifat autoritarian. Ia yakin berasal dari suatu filsafat pendidikan yang berfokuskan pada pelajar. Ia memegang prinsif bahwa pembelajaran adalah hidup itu sendiri dan bukan hanya membuat persiapan terhadap pendidikan itu sendiri.
Pendidikan dewasa juga telah menjadi korban dari model yang dipusatkan pada guru. Pada tahun 1926, Asosiasi Pendidikan Dewasa Amerika mulai dan dengan cepat mengkaji cara yang lebih baik untuk mendidik orang dewasa. Yang dipengaruhi oleh Dewey, Edwar C. Linderman menulis dalam arti dari pendidikan dewasa.
Sistem akademik kita telah tumbuh dengan tatanan yang berlawanan arah. Subjek dan guru merupakan titik awal. Sedangkan pelajar menjadi sesuatu yang di nomor duakan. Di dalam pendidikan yang konvensional si pelajar dituntut untuk menyesuaikan dirinya kepada suatu kurikulum yang telah terbuat secara baku. Sangat banyak pembelajaran terdiri dari pergantian “vicarious” (seperti merasakan sendiri dari pengalaman orang lain) dari penglaman seseorang dan ilmu pengetahuan seseorang. Ilmu psikologi mengajarkan kita bahwa kita belajar apa yang kita lakukan …. Pengalaman adalah texs book pembelajaran yang paling hidup bagi pelajar.
Sayangnya, hanya beberapa dari teori Dewey dan Linderman dapat diterapkan dalam pembelajaran modern baik itu untuk anak-anak maupun dewasa. Satu abad setelah Dewey mengusulkan pendidikan yang berfokuskan pada siswa, hampir semua pendidikan formal juga masih berfokuskan pada guru.
Sebagai akibatnya, banyak pelajar meninggalkan sekolah dan kehilangan minat dalam pembelajaran. Bahkan seorang guru yang berniat baikpun dapat memadamkan insting pembelajaran yang bersifat alami dengan mengontrol lingkungan pembelajaran. Dengan orang dewasa, beberapa memandang pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang melahkan dan membosankan.
Dalam usaha untuk memformulasikan suatu teori pemebelajaran dewasa yang komprehensif, Malcolm Knowels, tahun 1973, menerbitkan sebuah buku tentang “Siswa dewasa” : Suatu spesis yang terlantarkan. Membangun dari apa yang telah dilakukan Linderman, Knowels menegaskan bahwa orang dewasa membutuhkan kondisi-kondisi tertentu untuk melakukan pembelajaran. Ia meminjam instilah andragogi untuk mendefinisikan dan menjelaskan kondisi-kondisi tersebut.
Andragogi, pada mulanya diartikan sebagai : seni dan ilmu yang bertugas untuk membantu dewasa belajar. Istilah tersebut dewasa ini mendefinisikan suatu alternatif terhadap pedagogi dan mengacu kepada pendidikan yang berfokuskan pada siswa untuk semua umur.
Model andragogi menegaskan bahwa lima permasalahan yang harus diperhatikan dan dibahas dalam pembelajaran formal. Mereka adalah : 1). Dibiarkan siswa mengenal sesuatu kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari,
2). Peragakan pada siswa bagaimana untuk mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi, dan 3). Hubungakan topik tersebut dengan pengalaman siswa itu sendiri. 4). Orang tidak akan belajar apa-apa kecuali jika mereka siap dan termotivasi untuk belajar. 5). Dan sesuatu yang sering, perlu membantu mereka jika ditemui kendala seperti sikap dan kepercayaan tentang pembelajaran.
Sayangnya, andragogi disebut dalam teks pendidikan sebagai cara dewasa belajar. Knowels sendiri mengaku bahwa 4 dari kunci asumsi andragogi terterapkan secara seimbang baik itu untuk anak-anak atau dewasa. Perbedaan yang mendasar yaitu anak-anak memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari pada orang dewasa
Dalam jaman informasi ini, implikasi dari suatu gerakan dari yang berbasiskan guru menjadi yang berbasiskan siswa sesuatu hal yang mengagetkan. Penundaan atau menekan gejolak ini akan memperlambat kemampuan kita untuk belajar/mempelajari teknologi baru atau dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang kompetitif.
Bagaimana kita dapat mengharapkan menganalisa dan mensintesakan informasi seperti itu jika kita berpaling pada yang lainnya untuk menetapkan apa yang seharusnya dipelajari, dan bagaimana yang harus/akan dipelajari dan kapan yang akan dipelajari ?
Meskipun cucu-cucu kirta mungkin saja bebas dari biasnya pedagogi, namun sebagian besar dewasa hari ini tidak ditawarkan kemewahan seperti itu. Untuk sukses, kita harus meninggalkan atau melepaskan ketergantungan kita pada guru kita.
Kita harus melakukannya sendiri untuk memenuhi pembelajaran kita sendiri dan menuntut sipenyelenggara pelatihan melakukan hal yang serupa. Untuk mengetahui tuntutan kita, kita harus tahu bagaimana memproses informasi.
0 Comments:
Post a Comment